"Lihatlah bagaimana 'Save Raja Ampat' mengguncang media sosial! Semua berteriak, mengutuk tambang nikel, menyalahkan pemerintah dan korporasi. Tapi di balik hiruk-pikuk itu, ada kehancuran lebih besar yang sengaja dibungkam—1 juta hektar hutan Papua Selatan yang dikorbankan untuk 'Food Estate', kini merambat jadi 2 juta hektar!
Propaganda berhasil!
Isu kecil ditonjolkan, isu besar ditenggelamkan. Sementara Raja Ampat jadi trending topic, masyarakat adat Malind Anim kehilangan 'mal' terbesar mereka: hutan, rawa, dan warisan leluhur yang dirampas atas nama 'pembangunan'.
Pemerintah bermain kotor
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sengaja ditunda, dokumen LHS mangkrak. Semua agar 2 juta hektar itu bisa dijarah tanpa hambatan. Raja Ampat jadi tameng, sementara di Papua Selatan, alam dikuliti dengan sistematis!
Kita tidak boleh bodoh!
Jika sebuah isu tiba-tiba viral, tanyakan: Siapa yang diuntungkan? Apa yang disembunyikan? Jangan sampai emosi kita dikapitalisasi untuk mengalihkan perhatian dari kejahatan lingkungan yang lebih keji!
Save Raja Ampat?
Boleh. Tapi jangan tutup mata saat tanah Papua dikorbankan untuk proyek ambisius para elit! Salam Waras
Salam Waras!